Kamis, 29 Maret 2012

PROGRAM PPA-PKH TAHUN 2013

Untuk melaksanakan program PPA-PKH ini Depnakertrans membentuk kelembagaan di tingkat Propinsi dan Kab./Kota. Susunan Tim pelaksana program PPA-PKH di tingkat Propinsi maupun Kab./Kota terdiri dari pembina, pengarah, penanggung jawab, sekretariat, dan tim pelaksana teknis. Di tingkat Propinsi melalui SK penanggung jawab diangkat Koordinator Kabupaten/Kota yang berasal dari Pengawas Ketenagakerjaan dan atau pejabat yang ditunjuk pada Dinas Yang Membidangi Ketenagakerjaan Propinsi. Sedangkan di tingkat Kab./Kota diangkat Koordinator Shelter yang juga berasal dari Pengawas Ketenagakerjaan (Staf) dan atau pejabat yang ditunjuk pada Dinas Yang Membidangi Ketenagakerjaan Kab./Kota.

Program PPA-PKH pada intinya memberikan pendampingan pada pekerja anak yang telah ditarik dari pekerjaannya agar mempunyai motivasi kembali untuk memasuki dunia pendidikan. Penentuan pekerja anak sebagai calon penerima manfaat ber–dasarkan skala prioritas. Prioritas pertama adalah pekerja anak dari RTSM putus sekolah dan bekerja pada BPTA, prioritas kedua adalah pekerja anak dari RTSM putus sekolah usia di bawah 13 tahun, prioritas ketiga adalah pekerja anak dari RTSM putus sekolah usia 13 tahun – 18 tahun. Bila hal ini belum mencukupi dapat menggunakan urutan prioritas berikutnya atau juga dapat menggunakan data RTSM milik Departemen Sosial untuk diverifikasi kembali keberadaan pekerja anaknya.
Dari permasalahan yang ada di tingkat Kabupaten dengan tidak tercukupinya calon penerima manfaat sesuai kuota yang ada, selanjutnya melalui surat Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Binwasnake) Depnakertrans, calon penerima manfaat dapat diambilkan dari data pekerja anak yang ada di masing-masing daerah di luar data BPS, asalkan dapat dipercaya dan dilaporkan ke Depnakertrans. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kuota calon penerima manfaat sesuai yang telah ditetapkan.
Sarana dan prasarana yang diperlukan selama pendampingan : pertama, shelter yaitu tempat kegiatan dalam memfasilitasi pendampingan pekerja anak selama 1 (satu) bulan, dapat berupa balai latihan kerja milik pemerintah maupun swasta, pondok pesantren, asrama, rumah, dll. Ketentuan mengenai lokasi, kelengkapan sarana, status serta kapasitasnya sudah ditentukan. Selanjutnya tenaga pendamping, tiap shelter terdiri atas 3 (tiga) orang pendamping. Pendamping bisa berasal dari LSM, pekerja sosial, atau relawan yang direkrut oleh penanggung jawab dengan syarat dan tahap rekrut yang sudah ditentukan pula. Posisi pendamping memegang peranan penting pada keberhasilan pelaksanaan program. Tugas pendamping melakukan home visit untuk menyiapkan calon penerima manfaat program, melakukan pendampingan dan memotivasi penerima manfaat selama di shelter dan pasca shelter, hingga penyiapan rekomendasi tentang minat dan kemampuan anak dalam rangka pengembalian ke dunia pendidikan. Belum juga melakukan home visit pasca shelter untuk membimbing penerima manfaat serta memberi pemahaman kepada orang tuanya agar tetap berkomitmen pada pendidikan.
Saat di shelter peran seorang tutor diperlukan untuk melakukan proses belajar-mengajar dan memotivasi serta mempersiapkan anak kembali ke dunia pendidikan, sehari-harinya bersinergi dengan tenaga pendamping untuk melakukan pendampingan selama di shelter. Kreativitas seorang tutor dalam penyampaian materi dan pemberian motivasi diperlukan agar anak tidak jenuh dan betah tinggal di shelter, karena dengan latar belakang anak yang beragam, kehidupan keras sebagai anak jalanan, pergaulan bebas atau pengaruh situasi dan kondisi rumah tangga sangat dimungkinkan banyak permasalahan yang mereka hadapi.
Dalam pelaksanaan program PPA-PKH, setiap jenjang kelembagaan pelaksana baik Pusat, Propinsi dan Kab. wajib mendokumentasikan dan melaporkan semua aktivitas yang dilakukan melalui kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan. Target dari kegiatan monitoring adalah dengan sarana sumber daya dan dana yang ada jumlah pekerja anak dari RTSM dapat berkurang. Dari hasil kegiatan evaluasi diharapkan dengan outcomes meningkatnya angka partisipasi sekolah anak akan membawa impact meningkat pula tingkat kesejahteraan RTSM.
Pada tingkat Propinsi, monitoring, evaluasi dan pelaporan dilakukan oleh masing-masing Koordinator Kab., yaitu pada tahap persiapan pelaksanaan program, tahap pelaksanaan pendampingan di shelter dan tahap pasca pendampingan. Selanjutnya hasil monitoring dilaporkan pada ketua tim teknis dan dilakukan evaluasi bersama untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ada guna dilakukan penyelesaiannya. Di tingkat Kab. yang wajib melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan adalah masing-masing Koordinator shelter.
Hingga saat ini, dengan dimulainya per–siapan kegiatan pada bulan Maret 2012 sampai dengan berakhirnya proses pendampingan di shelter selama 1 (satu) bulan pada Juli 2012, dapat dilakukan kajian sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan kegiatan pada tahap berikutnya. Pertama, waktu yang relatif pendek dan mendesak dalam pelaksanaan program PPA-PKH, sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan persiapan sarana-prasarana dengan baik dan benar sesuai syarat dan kelengkapan yang ditentukan, misalnya tempat shelter, petugas pendamping, tutor, materi ajar, penyedia makanan, dll, sehingga ada beberapa Kabupaten dalam penyediaan sarana dan prasarana tersebut seadanya dan kurang sesuai dengan persyaratan dan kelengkapan sebagaimana ketentuan, Kedua, dengan terbatasnya waktu dan adanya pergantian personil yang diutus mengikuti beberapa kali pengarahan dari Tim Pusat sehingga kurang adanya pemahaman pada petugas teknis akan pedoman program PPA-PKH yang telah ditetapkan oleh Depnakertrans, kurangnya koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan, dan kurangnya sosialisasi pada masyarakat luas sebagai calon penerima manfaat program sehingga dalam teknis pelaksanaan kegiatan banyak ditemui kendala, Ketiga, adanya kegiatan dalam teknis operasional yang tidak terdapat pada mata anggaran kegiatan, misalnya biaya transport untuk penjemputan calon penerima manfaat ke shelter, biaya kesehatan selama di shelter, untuk ke depan hal-hal teknis selama pelaksanaan pendampingan hal ini perlu dipikirkan, Keempat, untuk tindak lanjut program PPA-PKH perlu dipikirkan segera langkah penanganannya, dengan dikeluarkannya Rekomendasi berdasar minat dan kemampuan penerima manfaat untuk kembali pada dunia pendidikan. Sejauhmana hal ini di follow-up dan apakah program PPA-PKH sudah terintegrasi dengan instansi terkait, hal ini menjadi perhatian para stakeholder untuk segera mengambil langkah penanganannya.
Ribuan pekerja anak di kabupaten Gowa menggantungkan harapan pada program PPA-PKH ini. Langkah pertama sudah diambil, kepastian langkah berikutnya menjadi kewajiban Pemerintah dan menjadi hak bagi pekerja anak sebagai penerima manfaat program, karena mereka sudah ditarik dari pekerjaannya. Dalam kerangka program PKH skala Nasional patut optimis program PPA-PKH ini akan berhasil dan menuai kesuksesan. (awankjie)